7 June 2013

PERNYATAAN SIKAP PII ATAS KURIKULUM 2013

Tanggapan PB PII atas Kurikulum 2013
Ketika Indonesia telah merdeka dan menjadi satu Negara yang diberikan karunia oleh Allah
SWT untuk bisa mengelola dirinya sendiri, Indonesia telah diwarisi oleh Pemerintah Kolonial
Hindia Belanda empat masalah dalam dunia pendidikan dan kebudayaan sebagaimana yang telah
disebutkan di dalam Tafsir Asasi Pelajar Islam Indonesia berikut :

“Paham Barat yang demikian pada waktu itulah yang menghilangkan segala cita-susila.
Politik Adabi (Ethische Politiek) juga hanya dianut oleh beberapa orang – pemimpin
zaman Hindia Belanda seperti Mr. K. T. Van Deventer (karangannya “Een eerschuld =
Hutang Budi), Mr. P. Brooschooft, Snouck Hurgronje dll, tak lepas dari perhitungan
komersalisme pula. Maka apakah yang kita warisi dari zaman kolonial itu?
1. Kepincangan di dalam lapangan pendidikan, pengajaran dan kebudayaan yang berdasar
kebendaan dan menghilangkan agama.
2. Adanya semangat budak.
3. Rasa kurang harga diri (miderwaardig – heidscomplex)
4. jiwa yang beku (statis).
Karena insyaf akan kekurangan-kekurangan itulah, maka PII lalu bergerak menuju kepada
kesempurnaan. Memang kaum penjajahlah yang telah menggali jurang-jurang pemisah itu
untuk memecah belah masyarakat Indonesia sejak mudanya.”
Keempat persoalan tersebut telah membawa bangsa Indonesia kepada perpecahan sehingga
sebagai sebuah bangsa, Indonesia tidak mampu menunjukan kekuatan potensialnya menjadi
kekuatan aktual yang luar biasa. Sebagaimana yang kita ketahui bersama, hari ini tidak kurang
dari 220 juta orang menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Sumber daya alam terbentang luas
dengan beragam kekayaan yang sangat besar. Akan tetapi sebagaimana yang kita ketahui
bersama pula, ia tidak berdampak signifikan bagi keadaan dan kemajuan bangsa Indonesia.
Bila kita mengikuti standar Bank Dunia, maka penduduk miskin di Indonesia hampir mencapai
setengah dari jumlah penduduknya. Yang kedua, Indonesia sudah merdeka selama lebih dari 60
tahun. Tapi untuk mengajarkan rakyatnya tentang kebersihan dan jangan membuang sampah
sembarangan saja bangsa ini belum juga berhasil. Buktinya, 30 persen banjir di Jakarta
disumbang akibat sampah yang dibuang di sembarang tempat. Kita tidak perlu menunjukan
data-data yang lainnya, karena dengan informasi ini saja, menunjukan banyak hal kepada kita
tentang keadaan pendidikan dan kebudayaan bangsa Indonesia.
Kami, Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII) merasa senang dengan adanya suatu
pemikiran dari kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk berusaha meningkatkan keadaan
pendidikan dan kebudayaan di Indonesia melalui rumusan kurikulum 2013. Kami tetap berharap
semoga rumusan pemikiran tersebut benar-benar mampu memberikan jalan keluar bagi bangsa
Indonesia sehingga akan memberikan derajat dan martabat kepada bangsa Indonesia di hadapan
Allah SWT dan bangsa-bangsa lainnya di dunia.
Akan tetapi, kami merasa bahwa kurikulum 2013 tersebut tidak menjawab persoalan pendidikan
dan kebudayaan bangsa Indonesia yang telah diwariskan oleh Pemerintah Kolonial Hindia
Belanda sejak lebih dari 60 tahun yang lalu. Yakni “Kepincangan di dalam lapangan pendidikan,
pengajaran dan kebudayaan yang berdasar kebendaan dan menghilangkan agama”. Meskipun
UU Pendidikan Nasional telah menyebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk melahirkan
manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu dan seterusnya. Akan
tetapi, justru kami melihat kurikulum 2013 tersebut tidak ditujukan secara sungguh-sungguh
untuk hal tersebut.
Kesimpulan kami ini bukan tanpa alasan dan pemikiran. Akan tetapi berdasarkan suatu
pemikiran atau idiologi pendidikan dan kebudayaan yang kami yakini kebenarannya, yakni
Islam. Bahwa, hanya dengan menyesuaikan diri dengan kesempurnaan Islam sajalah lapangan
pendidikan dan kebudayaan Indonesia akan mampu mengangkat derajat dan martabat bangsa di
hadapan Allah SWT dan bangsa yang lainnya.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan yang kami miliki, Pengurus Besar Pelajar Islam
Indonesia (PB PII) bermaksud memberikan masukan kepada kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Negara Republik Indonesia yang memiliki otoritas kekuasaan dalam lapangan
pendidikan dan kebudayan di Indonesia. Kami berharap, dengan masukan ini akan membuat
kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan yang sesuai Islam di Indonesia semakin terwujud.
Berikut beberapa masukan yang kami berikan :
1. Peningkatan kualitas guru dan tenaga pendukung pendidikan seharusnya menjadi suatu
program pertama dan utama dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan
kebudayaan di Indonesia. Program ini harus dilaksanakan dengan benar-benar serius
sehingga akan berdampak besar terhadap kualitas pendidikan di Indonesia.
2. Otoritas untuk meluluskan diserahkan kepada guru. Itu adalah bentuk pengakuan dan
penghormatan kepada guru yang memiliki otoritas keilmuan. Ujian Nasional, atau apapun
nama-nama lainnya yang maksudnya sama dengan itu tidak menunjukan suatu itikad baik
untuk menghormati guru sebagai penopang pendidikan. Ujian Nasional tidak berdampak
secara sistematis untuk mewujudkan tradisi keilmuan yang berakar kuat dalam interaksi
kehidupan yang meluas di masyarakat. Oleh karena itu, mulai dari semenjak dini murid
harus disadarkan akan kedudukan guru yang mulia. Dan calon-calon guru harus disiapkan
dari murid-murid yang terbaik pula.
3. Pendidikan dan kebudayaan harus menjadi hal yang utama dalam kehidupan bangsa.
Pendidikan utamanya bukan untuk memenuhi kebutuhan industri, tapi pendidikan untuk
melahirkan manusia yang baik. Oleh karena itu, kebutuhan industri dan ekonomi
seharusnya mengalah kepada kebutuhan untuk melahirkan manusia yang baik. Dan justru
bukan sebaliknya, bahwa kebutuhan akan industri dan ekonomi mengalahkan kebutuhan
bangsa ini akan kelahiran manusia yang baik.
4. Pendidikan harus berdimensi transenden. Nilai transenden harus menjadi acuan utama
dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, nilai transenden harus ada di dalam seluruh
muatan kurikulum. Dan inilah yang menjadi titik pengikat medan makna bagi seluruh
kompetensi yang akan diwujudkan dalam proses pendidikan. Oleh sebab itu, maka
pendidikan harus melibatkan ulama sehingga nilai-nilai transenden ini dapat ditempatkan
pada tempatnya yang sesuai dan pantas.
5. Mengganti penggunaan kata “siswa” dengan kata “murid”. Karena arti murid lebih cocok
untuk menunjukan peran murid yang aktif, berkehendak, dan mempunyai tujuan serta
semangat dalam mencari ilmu. Oleh karena itu, sejak dari awal murid telah dikondisikan
dalam keadaan yang aktif dan tidak pasif.
6. Memberikan ruang aktifitas mandiri bagi murid dari mulai jenjang pendidikan menengah.
Ruang aktifitas mandiri ini sangat diperlukan dalam rangka membentuk jiwa mandiri,
keberanian, serta kepemimpinan seorang murid. Oleh karena itu, keberadaan OSIS dan
organisasi intra sejenis lainnya sebagai ruang aktifitas mandiri bagi murid sesungguhnya
tidak mencukupi kebutuhan ini. Karena yang dibutuhkan oleh murid adalah sebuah ruang
dan waktu dimana mereka diberikan kesempatan untuk mengambil resiko, memutuskan
dan pengalaman mengorganisasi kelompok sebaya, berinteraksi dengan masyarakat dan
tokoh-tokohnya, bertemu dengan ulama, dan keluar dari sekat-sekat pagar sekolah yang
mengkerdilkan jiwa dan semangat kepemudaan mereka. Karena kepemimpinan akan
tumbuh dalam suasana seperti itu, maka organisasi Pelajar Islam Indonesia selayaknya
didukung untuk berperan sebagai ruang dan waktu, suasana dan tempat bagi murid untuk
mendapatkan latihan kepemimpinan tersebut.
7. Kami kembali menegaskan bahwa konsep ilmu fardu ‘ain dan ilmu fardu kifayah sebagai
basis bagi pengembangan pendidikan dan kebudayaan di Indonesia. Ini penting karena
pengembangan pengetahuan sebagai kandungan pendidikan harus mengikuti tradisi
keilmuan sebuah peradaban yang sesungguhnya. Dan dengan konsep ini pula, rancangan
kurikulum itu seharusnya disusun.
Kita mengetahui dari sejarah bahwa pendidikan yang telah diberikan oleh Rasulullah SAW
kepada para sahabatnya telah mampu membawa bangsa Arab keluar dari jahiliah kepada
peradaban. Hanya dalam waktu sekitar 30 tahun saja setelah pendidikan oleh Rasulullah SAW
diberikan, Islam telah menempatkan Arab sebagai pembebas dunia dari keserakahan dan
kesombongan Romawi dan Persia. Jika kita bandingkan dengan bangsa Indonesia yang telah
merdeka lebih dari 6o tahun, maka bangsa Indonesia belum mampu menumbangkan keserakahan
dan kesombongan bangsa yang lainnya yang masih melakukan penjajahan di atas dunia yang hal
itu bertentangan dengan pri kemanuisaan dan peri keadilan.
Bukti empiris tersebut seharusnya mampu membawa bangsa ini kepada kesadaran akan
kebutuhan bangsa yang lebih dari 80 persen jumlah penduduknya adalah Islam, kepada tatanan
pendidikan dan kebudayaan yang adil dan beradab yang sesuai dengan Islam. Semoga beberapa
masukan ini menjadi manfaat bagi kita semua.
Billahi wal hidayah.
Pengurus Besar
Pelajar Islam Indonesia
Periode 2012-2015
RANDI MUCHARIMAN S.I.P.
Ketua umum

0 komentar:

Post a Comment