29 October 2014

Soft Skill by : Pak Dudung

Inspirasi Soft Skill 8
Seorang mahasiswa yang masih galau berjalan gontai menuju ruang kerja dosen yang terkenal killer, sebut saja si mahasiswa tersebut DZ.
Dalam ketidakyakinannya, si DZ mengetuk pintu ruang kerja Profesor Sas.

Sore itu si DZ gembira karena diterima sebagai mahasiswa S2 perguruan tinggi teknik ternama, dia juga galau, betapa tidak, dia akan berhadapan lagi dengan dosen yang pernah membuat dia mengikuti mata kuliah S1 yang diampu dosen tersebut sebanyak tiga kali. Lebih parah lagi, nilai yang diperolehnya pun, setelah dua kali mengulang, hanya mendapat D. Walaupun akhirnya si DZ lulus S1, namun kelulusannya dengan gelar Ph.D, pas hampir DO…..alias sarjana plus, plus bonus 3 tahun.....hehehe.

“Tewas aku,” gerutu si DZ, “tapi saya harus bicara apa adanya, paling tidak kalau sudah menyampaikan kegundahan hati sedikit akan plong…..” batin si DZ lagi.
Pintu kerja Profesor Sas rupanya tidak terkunci. Di seberang meja duduk dengan angkernya Profesor Sas yang walaupun sudah semakin putih rambutnya namun tetap memancarkan kewibawaan kepakaran sebagai seorang mahaguru.
“Prof saya DZ izin menghadap,” suara si DZ seperti tercekat karena kehabisan air liur.
“Ya, silahkan duduk, ada yang dapat saya bantu?” Tanya Profesor Sas dengan lembut. Karuan saja si DZ kaget, karena bayangan angker yang ada dalam mind set saat mengajar di S1 ternyata tidak Nampak lagi. Bahkan sikap kebapakan dan pengayoman Profesor Sas jauh lebih dominan.
Dengan mengumpulkan segenap keberanian dan kepercayaan diri yang masih tersisa, si DZ memberanikan diri untuk mengutarakan maksudnya.
“Prof, saya mohon maaf agak lancang menemui Prof, saya ingin menyampaikan bahwa saya menjadi mahasiswa Prof lagi, saya mohon bimbingannya.” Jelas si DZ dengan suara yang agak bergetar.

“Oh, kamu tidak bersalah, jadi tidak usah meminta maaf,” ledek Profesor Sas, “… memangnya kenapa perlu secara khusus bimbingan saya?” Tanya Profesos Sas seperti menyelidiki.
“Iya Prof, saya waktu mengambil mata kuliah Bapak jaman S1 dulu sampai tiga kali, mohon bimbingannya agar hal itu tidak terjadi lagi.” Kata si DZ mencoba mengambil hati Profesor Sas.
“DZ, sini kamu mendekat duduknya, seperti inlander saja cara duduk kamu ini, tidak menunjukkan rasa percaya diri,” Profesor Sas kembali meledek, hal yang membuat si DZ makin ciut nyalinya. “Buat nyaman dengan cara duduk kamu itu.”
“Iya Prof….,” timpal si DZ memenuhi permintaan Profesor Sas.
“Kamu pernah dengar ceritera tentang rajawali dan anak ayam?” Tanya Profesor Sas sambil tersenyum, hal yang membuat si DZ merasa nyaman dan menimbulkan keberanian.
“Belum Prof, kalau pendekar pemanah rajawali sudah.” Respon si DZ yang tiba-tiba muncul keberaniannya.
“Coba kamu dengarkan baik-baik ceritera tersebut,” Profesor Sas menghela nafas agak panjang, “Di sebuah hutan di atas pohon hidup sepasang burung rajawali, di sarangnya ada beberapa anak rajawali yang mulai berusaha keluar dari sarang untuk melihat dunia yang luas. Saat itu kebetulan induk rajawali sedang mencari makanan. Salah satu anak rajawali yang agak nakal rupanya tidak tahu bahwa dia tinggal di atas pohon dan karena kenakalannya tersebut dia terpeleset dari sarangnya dan jatuh ke semak-semak di bawah pohon.” Lanjut Profesor Sas sambil sesekali melihat si DZ yang serius mendengarkan ceriteranya.
“Pada saat si anak rajawali ini jatuh, rupanya di antara semak-semak tersebut ada induk ayam yang sedang mengasuh anak-anaknya, dan kebetulan sekali si anak rajawali tadi jatuh dalam kerumunan anak ayam tersebut. Si induk ayam tidak menyadari bahwa “anaknya” telah bertambah satu. Akhir si anak rajawali ini kemudian diasuh oleh si induk ayam tadi.” Lanjut Profesor Sas sambil meminum kopi yang kelihatan masih mengepul.
“Beberapa tahun kemudian si “anak ayam” tadi tumbuh besar dan terlihat seperti anak-anak ayam lainnya. Sampai pada suatu ketika dia melihat di angkasa beberapa burung rajawali yang seusia dengan dia terbang dengan sangat gagah. Oh bahagianya aku jika bisa terbang seperti burung itu, gumam si anak ayam yang sebetulnya rajawali…” Profesor Sas sejenak berhenti, “DZ, kamu harus tahu, kamu bukanlah anak ayam, kamu adalah burung rajawali itu, tapi cara berfikir kamu seperti anak ayam.” Pungkas Profesor Sas yang membuat kaget si DZ.
Si DZ pulang sambil tersenyum dan merenung. “Betulkah saya anak rajawali?” batin si DZ, “tapi mungkin juga iya, saya dulu pernah ketua OSIS, top ten juga di kelas, bahkan pernah juara kelas,” gumamnya.
“DZ kamu adalah anak rajawali, bukan anak ayam, kamu harus berlaku seperti rajawali, bukan ayam sayur!” si DZ meyakinkan dirinya.
Si DZ membuktikan ucapan Profesor Sas, dia bekerja keras, belajar keras, membaca buku bukan hanya yang diwajibkan dalam perkuliahan tapi juga buku sejenis dia lahap seperti orang kelaparan. Informasi dari internet yang menunjang kuliah dia cari, buat resume, dan dijadikan referensi saat menyelesaikan tugas perkuliahan. Tidak sampai dua tahun si DZ lulus dengan predikat cum laude, sebuah prestasi yang membanggakan dan langka, bahkan bagi mereka yang prestasi S1-nya baik sekalipun.
Selang delapan tahun kemudian si DZ melanjutkan S3 dan lulus dengan summa cum laude, IPK perkuliahannya pun persis 4,00. Dia mampu membuktikan bahwa dirinya adalah rajawali!

Rekan-rekan PJJ yang saya banggakan. Kalian juga sebetulnya adalah burung rajawali itu, hanya kalian masih berfikir seperti ayam sayur. Pecahkan belenggu kemalasan, ketidak disiplinan, dan puas dengan kondisi alakadarnya. Mulailah bekerja keras dan cerdas. Ingat tidak ada kesuksesan tanpa usaha yang sungguh-sungguh.
"There are no secrets to success. It is the result of preparation, hard work, and learning from failure." - Colin Powell.
Perjuangan hidup tidaklah senantiasa memihak kepada yang lebih kuat atau lebih cepat. Tapi cepat atau lambat, sang pemenang adalah orang yang berfikir bahwa dia pasti menang (Napoleon Hill).
Semangat dan sukses untuk kita semua. From Jakarta with love.

0 komentar:

Post a Comment